BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Arti dan Fungsi Air Secara Umum
Air adalah suatu
senyawa hydrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H2O. berdasarkan sifat
fisiknya ( secara fisika ) yaitu air sebagai benda cair, air sebagai benda padat,
dan air sebagai benda gas atau uap. Air berubah dari suatu bentuk kebentuk yang
lainnya tergantung pada waktu dan tempat secara temperaturnya. Berdasarkan
jenis wadah yang ditempati, air dibedakan atas 3 jenis, yaitu air permukaan,
air tanah, dan air udara. Air permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan
kulit bumi baik yang berbentuk cair ( air sungai, air danau, dan air laut )
maupun yang berbentuk padat ( es, salju dan gletser ). Air tanah adalah air
yang terdapat dibawah permukaan kulit bumi atau di dalam tanah. Adapun air udara
adalah air yang terdapat didalam atmosfer bumi, berupa uap atau pun embun.
Pemakaian air
secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi 4 golongan berdasarkan
tujuan penggunaannya, yaitu air untuk keperluan irigasi, air untuk keperluan
pembangkitan energi, air untuk keperluan industri dan air untuk keperluan
publik (Dumairy, 1992).
Fungsi dan peran
air bagi kehidupan manusia sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari
makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan adalah air. Tidak hanya
penting bagi manusia, air merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup baik
hewan dan tumbuhan. Tanpa air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia ini
karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air untuk bertahan hidup.
Manusia mungkin
dapat hidup beberapa hari akan tetapi manusia tidak akan bertahan selama
beberapa hari jika tidak minum karena sudah mutlak bahwa sebagian besar zat
pembentuk tubuh manusia itu terdiri dari 73% adalah air. Jadi bukan hal yang
baru jika kehidupan yang ada di dunia ini dapat terus berlangsung karena
tersedianya air yang cukup. Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya,
manusia berupaya mengadakan air yang cukup bagi dirinya sendiri. Misalnya air
merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dengan segala macam kegiatannya, antara
lain digunakan untuk yaitu keperluan rumah tangga, untuk minum, masak, mandi,
cuci, dan pekerjaan lainya.
1.2 Arti
Dan Fungsi Air Dalam Upakara Yadnya
Air merupakan sarana persembahyangan yang penting.
Ada dua jenis air yang dipakai dalam persembahyangan yaitu: air untuk
membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut tirta. Tirta ini pun ada dua macamnya yaitu: tirta
yang di dapan dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan batara batari
dan tirta di buat dengan puja.
Tirta berfungsi untuk membersihkan diri dari kotoran
maupun kecemaran pikiran. Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, di
minum, dan di usapkan pada muka, simbolis pembersihan bayu, sabda dan idep.
Selain sarana itu biasanya di lengkapi juga dengan bija dan bhasma yang disebut
gandhaksta.
Tirta bukanlah air biasa, tirta adalah benda materi
yang sakral dan mampu menumbuhkan perasaaan, perasaan yang suci. Untuk asal
usul kata tirta berasal dari bahasa Sanskerta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Macam-macam
Tirta Yang Digunakan Dalam Upacara Agama
a. Tirta
Pembersihan
Fungsi tirta pembersihan sesuai dengan namanya
adalah untuk membersih-sucikan upakara (bebanten) yang dipakai sebagai sarana
persembahyangan dan juga diri sendiri agar terbebas dari kekotoran. Karena itu
penggunaan tirta pembersihan ini dilakukan sebelum inti persembahyangan dimulai.
Biasanya di jaba sebuah pura akan disediakan jenis tirta ini dan di jeroan
sebelum pemimpin upacara “ngantebang upakaraning bebanten “ akan menyiratkan
tirta pembersihan ini.
b. Tirta
Pengelukatan
Tirta yang digunakan untuk pensucian terhadap
bangunan, alat upacara atau diri seseorang. Air
ini diperoleh dengan jalan puja mantra para pandita melalui pasupati.
Tirta pengelukatan biasanya dicipratkan tiga kali yang mengandung arti sebagai
simbol pensucian yang kedua atau menengah. Tirta ini juga biasanya digunakan
untuk mensucikan canang sari serta banten lainnya.
c. Tirta
Wangsuhpada/ Banyun Cokor/ Kekuluh
Tirtha wangsuhpada atau kekuluh atau banyun cokor
Ida Bhatara ini adalah sebagai penutup persembahyangan yang menyimboliskan
bahwa atas sembah-bhakti kita beliau berkenan memberikan waranugraha-Nya berupa
“amrta” yaitu kerahajengan dan kerahayuan hidup kepada umat yang sujud
sembah-bhakti memuja beliau.
d. Tirta
pamanah
Tirta pemanah adalah satu jenis air suci yang
diperoleh dari sumber air suci pada waktu upacara ngening. Orang-orang mencari
air suci dengan membawa “panah” yang dibuat dan diberikan mantra oleh pendeta.
Air suci itu akan dipakai saat jenazah dimandikan.
e. Tirta
panembak
Tirta penembak yaitu tirta yang digunakan saat
memandikan mayat. Tirta ini mengandung makna membersihkan jasad orang yang
meninggal dari kotoran-kotoran lahir batin. Tirta ini diperoleh pada tengah
malam dan mengambilnya pertama dari hilir ke hulu secepat kilat. Saat
memandikan mayat, tirta panembak akan dipergunakan dari hulu ke hilir
f. Tirta
pangentas
Kata pangentas berasal dari kata tas yang berarti
putus. Dalam upacara pengabenan ada istilah tiuk pangentas yang artinya pisau
untuk memutuskan tali pengikat gulungan jenazah. Tirta pangentas merupakan air
suci yang dibuat dengan mantra sulinggih sang pamuput , bertujuan memutuskan
ikatan purusa dengan prakerti sang mati guna dikembalikan kepada sumbernya
masing-masing. Pada pelaksanaan ngaben yang besar, tali pengikat purusa dan
prakerti dilukiskan sebagai naga banda yang berarti naga pengikat. Dalam lontar
Tutur Suksma ada disebutkan bahwa yang dimaksud naga adalah bayu atau energi
yang muncul sebagai akibat menyatunya purusa dan prakerti .
Tanpa tirta pangentas itu, ikatan purusa dengan
prakerti tak akan bisa diputuskan. Tirta pangentas sangat prinsipil
kehadirannya dalam upacara ngaben. Bila ditinjau dari sisi materialnya, tirta
pangentas tak banyak berarti, namun dari sudut spiritual tirta inilah yang
menentukan berhasil atau tidaknya upacara ngaben dimaksudkan mencapai tujuan.
Seberapa besar upacara ngaben dilaksanakan, jika tak memakai tirta pangentas ,
maka upacara itu akan sia-sia.
2.2
Fungsi
Air Suci Dalam Upacara Agama
a. Tirtha
berfungsi sebagai lambang penyucian/pembersihan
Setiap upakara/ bebantenan dalam Panca Yadnya
sebelum dipersembahkan terlebih dahulu dibersihkan/ disucikan secara simbolis
dengan tirta pembersihan yang dibuat oleh pendeta. Kewajiban untuk mensucikan
upakara/ bebanten yang akan dipersembahkan disebut dalam Lontar Kusuma Dewa Gong Wesi sebagai berikut:
“Salwir bebanten
yajna matirthakaryan Pedanda Putus tan katampi aturannya” Artinya:
segala sesaji (bebanten) kalau tidak disucikan dengan tirtha yang dibuat oleh
Pendeta utama, tidak akan diterima persembahannya.
Oleh karena hal inilah setiap upakara atau sesaji
sebelum digunakan sebagai sarana persembahan, terlebih dahulu diperciki tirtha
pengelukatan.
Dari istilah “pengelukatan” berasal dari kata
“lukat” dalam bahasa Jawa Kuna berarti membebaskan. Fungsi tirtha
“pengelukatan” dan tirtha “pembersihan” merupakan penyucian tahap pertama untuk
membebaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara keagamaan itu dari
segala kekotoran fisik dan spiritual. Sedangkan tirtha pembersihan merupakan
suatu kenyataan bahwa segala sesuatu itu sudah benar-benar bersih suci. Pendeta
dalam membuat tirtha pembersihan/pengelukatan, segala perlengkapan upacara
menggunakan mantram “Apsu Dewa” yaitu mantram yang memohon kepada Dewi Gangga
untuk menyucikan atau melepaskan segala yang berhubungan dengan pelaksanaan
upacara dari segala unsure negatif.
Disamping tirtha pengelukatan dikenal pula adanya
tirtha pembersihan yang fungsinya sama dengan tirtha pengelukatan. Hanya tirtha
pembersihan, merupakan penyucian tingkat lanjut. Kalau tirtha pengelukatan,
pemujaan ditujukan kepada Dewi Gangga dan Dewa Siwa untuk memohon kelepasan
segala kekotoran. Sedangkan puja tirtha pembersihan permohonan ditujukan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsi beliau sebagai pencipta sungai-sungai, mensucikan
dan memelihara kesucian tesebut. Demikianlah tirtha pengelukatannya dan tirtha
pembersihan mempunyai arti dan makna penyucian lahir batin seluruh unsur yang
terkait dalam pelaksanaan upacara yadnya.
b. Tirtha
yang berfungsi sebagai pengurip/penciptaan
Tirtha yang digunakan untuk mensucikan dan
membersihkan upakara bebanten yang akan dipersembahkan, sehingga bebanten itu
tidak lagi merupaka rangkaian, bunga, buah dan daun-daunan, jajan dan
benda-benda lainnya.
Fungsi tirtha dalam hal ini sebagai pengurip
bebanten. Bahan-bahan banten tersebut setelah dipetik dari asalnya (pohon) dia
telah menjadi benda mati kemudian dirangkai sedemikian rupa sehingga dia
berbentuk dan bernama banten tertentu. Nama banten itu baru dapat dikatakan sah
atau resmi setelah dia diurip atau dihidupkan dengan tirtha pengurip bebanten,
sebelumnya dia hanya merupakan rangkaian benda-benda mati saja. Tirtha pengurip
banten itulah memberikan kekuatan spiritual dari banten tersebut sehingga dapat
dipergunakan sebagai media untuk menghubungkan antara umat dengan yang dipuja.
Tirtha pengurip ini biasa juga dipergunakan oleh
para “undagi” (tukang bangunan) pada waktu meresmikan (malaspas) bangunan yang
baru selesai. Puja pengantar permohonan tirtha pengurip ini disebutkan dalam
lontar Asta Kosali sebagai barikut:
“Om Hyang Parama
Siva murti saktyam, angurip ana sarwa tamuwuh, wetan, geneyan, daksina, neriti,
pascima, wayabya, uttara, ersanya, Madhya, sor, luhur kaurip de nira Sang Hyang
Bayu anarawati asri apan sarwa mrta kaurip, jeng, om sribagya ya namah svaha”
Pada garis besarnya arti dan makna puja pengantar,
tersebut diatas adalah suatu permohonan kehadapan Sang Hyang Parama Siva agar
sudi menjiwai secara spiritual banten atau bangunan yang baru selesai itu.
Pengertian menghidupkan disini bukanlah berarti
menjiwai seperti manusia, tetapi memiliki nilai sakral atau kekuatan magis
religius, sebagai sarana untuk menjiwai yang maha gaib itu. Sedangkan dalam
kaitannya dengan peresmian (pemelaspas) rumah bertujuan agar bahan-bahan rumah
yang satu sama lainnya berbeda-beda, tidak lain merupaka benda-benda mati,
tetapi memiliki kekuatan spiritual agar pemilik/si pemakai rumah tersebut
memperoleh keselamatan di bawah lindungan Sang Hyang Widhi.
Di samping itu bangunan tersebut setelah di upacarai
barulah resmi bernama bangunan (rumah), bukan merupakan tumpukan batu, bata,
semen, pasir dan genteng serta yang lainnya. Cukup dia diberi nama bangunan.
Nama bangunan tersebut adalah bermacam-macam sesuai dengan bentuknya, kalau di
Bali misalnya ada disebut “sekutus, mundak, sekenem” dan lain-lainnya.
c. Tirtha
yang berfungsi sebagai pemelihara
Tirtha juga berfungsi sebagai pemelihara, dan dalam
pelaksanaan yadnya berfungsi sebagai lambang berkah suci atau anugrah dari Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam prakteknya dapat kita lihat pada waktu “puja wali”
atau “petirthaan” di suatu “pura” dilangsungkan persembahyangan dan terakhir
diikuti dengan pemercikan tirtha, diminum dan diraupkan ke wajah. Tirtha di
sini di jiwai oleh Dewa Wisnu sebagai stiti dan juga Dewa Indra sebagai dewa
hujan sumber kemakmuran.
Dalam Rg. Veda I, bagian kedua sukta 5 syair 2, dan
5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi airsoma yang merupaka air suci. Adapun
syair tersebut sebagai berikut:
Syair 2: Purutamam
purunamisanam waryanam, indram some saca sute.
Artinya:
Kepadanya yang memiliki segala-galanya,
Dewa kebaikan, Indra dengan menuangkan air soma.
Syair 5:Putapavne
suta ime sucayo yanti witaye, somaso dadhyasirah.
Artinya: Mendekatlah kepada peminum soma, untuk
kebahagiannya, air suci ini soma dengan menteka
Menurut kepercayaan umat Hindu di India air soma ini
adalah berasal dari air buah-buahan yang dapat member semangat hidup kesucian.
Demikianlah fungsi tirtha dalam hubungannya dengan
persembahyangan. Sarana persembahyangan berupa bunga, buah, daun, api dan air
adalah sarana yang tergolong berwujud benda (material) sedangkan sarana yang
berwujud bukan benda (non material) adalah mantra.
2.3
Sloka
Suci Bhagawadgita Bab IX Sloka 26
“
Patram puspam phalam toyam
Yo me bhaktya prayacchati
Tad aham bhakty-upahrtam
Asnami prayatatmanah”
Artinya:
Apa yang dipersembahkan kepadaku,
sehelai daun, setangkai bunga, setetes air, buah atau biji-bijian dengan cinta
bhakti dan kesadaran yang murni, akan Ku
terima.
Kata-kata yo me bhaktya prayacchati berarti
menawarkan kepadanya dengan mencintai pengabdian. Bahkan jika umatnya menawarkan dengan pikiran
yang bersih dan hati yang murni meskipun tanpa melakukan usaha yang tidak
terlalu berat seperti mempersembahkan
air, sehelai daun atau buah yang dijiwai dengan pengabdian maka akan
dianggap sakral oleh Tuhan yang maha tinggi sehingga ia akan menjadi senang dan
merasa berhutang budi pada pemuja tersebut. Tindakan apapun yang dilakukan
dengan bhakti atau pengabdian kepadanya , ia menerimanya dengan cinta bhakti.
Kata bhakti disebutkan dua kali dalam sloka ini yang
mempertegas bahwa satu-satunya cara yang mudah dilaksanakan oleh umat untuk
melakukan pendekatan kepadanya adalah melalui pelayanan bhakti. Meskipun ada
cara lain seperti menjadi brahmana, sarjana, orang kaya dan filsuf besar, tanpa
adanya prinsip bhakti kepadanya semuanya itu hanya akan sia-sia belaka, karena
bhakti bersifat kekal, semua kepercayaan apapun pasti melakukan bhakti untuk
memuja Tuhan mereka.
Dalam sloka ini juga sangat dijelaskan Tuhan
menginginkan persembahan dalam bentuk vegetarian, jadi apa yang tidak
diinginkan tidak disebutkan dalam sloka ini seperti persembahan daging, ikan
dan telur. Tuhan hanya ingin pelayanan bhakti berupa persembahan seperti
sehelai daun, setangkai bunga, setetes air, buah atau biji-bijian yang depersembahkan
dengan tulus iklas maka ia akan menerimanya. Artinya Tuhan meminta agar umatnya
memakan makanan seperti apa yang dipersembahkan kepadanya (vegetarian) sehingga
manusia memiliki pikiran yang jernih dan jiwa yang bersih serta terbebas dari
siklus reinkarnasi yang tiada ahir dan mencapai kebebasan atau kebahagian yang
kekal.
Pada Bhagawadgita sloka 3.13 Tuhan menjelaskan “Para
penyembah Ku dibebaskan dari segala jenis dosa karena mereka makan makanan yang
dipersembahkan terlebih dahulu untuk korban suci. Orang yang menyiapkan makanan
untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja”.
Magna sloka ini mirip dengan sloka diatas, dimana Tuhan mengampuni dosa umatnya
dengan hanya memakan sisa-sisa hasil persembahan yang ditujukan dengan tulus
iklas kepadanya. Tetapi umat yang makan tanpa melakukan persembahan justru akan
mendapatkan dosa, karena tidak bersyukur atas segala apa yang ia makan semuanya
adalah pempberian darinya. Tuhan tidak membutuhkan makanan, karena segalanya
telah ia miliki, ia hanya menerima persembahan karena cinta bhakti umatnya
terhadap dirinya bukan karena makanan tersebut.
Aktualisasi setetes air pada sloka Bhagavadgita 9.26
dapat dilihat ketika menggunakan tirtha sebagai salah satu sarana
persembahyangan. Tirtha pada dasarnya adalah air yang telah melalui proses
pembersihan dan penyucian secara ritual sehingga bersifat sakral dan diyakini
dapat menumbuhkan perasaan dan atau pikiran yang suci. Untuk mendapatkan tirtha
ada dua macam cara yaitu: Pertama, dengan cara naur (memohon) yang dapat
dilakukan oleh pinandita (pemangku, dalang, balian termasuk sang yajamana (umat
yang sedang menyelenggarakan upacara yajna). Penggunaan air yang kemudian
diproses ritual menjadi tirtha, bukanlah sekedar pemanfaatan benda cair itu
secara fisikal. Lebih jauh dari itu adalah nuansa sakral dari air suci itu
dalam menumbuhkan jiwa spiritual umat agar dirinya terbebas dari segala
kekotoran baik yang disebabkan oleh unsur material (badan kotor) maupun unsur
immaterial (rohani kotor). Itu sebabnya, meski nampak sepele percikan air suci
yang disebut tirtha itu merupakan lambang kehidupan yang di dalam lontar Paniti
Agama Tirtha disebut “tirtha ngaran amrta”: tirtha adalah hidup. Artinya,
tirtha itulah penyebab umat dan agama Hindu itu tetap eksis. Tanpa tirtha umat
dan agama Hindu akan kering lalu mati. Sebaliknya dengan tirtha, dahaga lahir
dan batin akan terpuaskan dalam kehidupannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum, Air adalah suatu senyawa hydrogen dan
oksigen dengan rumusan kimia H2O. Fungsi dan peran air bagi kehidupan manusia
sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang
tidak dapat terpisahkan adalah air. Tidak hanya penting bagi manusia, air
merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup baik hewan dan tumbuhan. Tanpa
air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia ini karena semua makhluk hidup
sangat memerlukan air untuk bertahan hidup.
Namun Arti Dan Fungsi Air Dalam Upakara Yadnya yaitu Air merupakan sarana
persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam
persembahyangan yaitu: air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci
yang disebut tirta. Tirta ini pun ada
dua macamnya yaitu: tirta yang di dapan dengan memohon kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa dan batara batari dan tirta di buat dengan puja.Tirta berfungsi
untuk membersihkan diri dari kotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun
macam-macam Tirta Yang Digunakan Dalam Upacara Agama yaitu; tirta pembersihan,
tirta pengelukatan, tirta wangsuhpada, tirta pemanah, tirta penembak dan tirta
pengentas. Seperti di tandaskan dalam Sloka Suci Bhagawadgita Bab IX Sloka 26 ;
“ Patram puspam phalam toyam
Yo
me bhaktya prayacchati
Tad
aham bhakty-upahrtam
Asnami
prayatatmanah”
Artinya:
Apa yang dipersembahkan kepadaku, sehelai daun,
setangkai bunga, setetes air, buah atau biji-bijian dengan cinta bhakti dan
kesadaran yang murni, akan Ku terima.
DAFTAR PUSTAKA
Wiana, Drs.I
Ketut. Arti Dan Fungsi Sarana Persembahyangan. 2000. Paramita:Surabaya