Senin, 03 November 2014

arti dan fungsi air dalam hindu



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Arti dan Fungsi Air Secara Umum
Air adalah suatu senyawa hydrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H2O. berdasarkan sifat fisiknya ( secara fisika ) yaitu air sebagai benda cair, air sebagai benda padat, dan air sebagai benda gas atau uap. Air berubah dari suatu bentuk kebentuk yang lainnya tergantung pada waktu dan tempat secara temperaturnya. Berdasarkan jenis wadah yang ditempati, air dibedakan atas 3 jenis, yaitu air permukaan, air tanah, dan air udara. Air permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan kulit bumi baik yang berbentuk cair ( air sungai, air danau, dan air laut ) maupun yang berbentuk padat ( es, salju dan gletser ). Air tanah adalah air yang terdapat dibawah permukaan kulit bumi atau di dalam tanah. Adapun air udara adalah air yang terdapat didalam atmosfer bumi, berupa uap atau pun embun.

Pemakaian air secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi 4 golongan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu air untuk keperluan irigasi, air untuk keperluan pembangkitan energi, air untuk keperluan industri dan air untuk keperluan publik (Dumairy, 1992).

Fungsi dan peran air bagi kehidupan manusia sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan adalah air. Tidak hanya penting bagi manusia, air merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup baik hewan dan tumbuhan. Tanpa air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia ini karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air untuk bertahan hidup.

Manusia mungkin dapat hidup beberapa hari akan tetapi manusia tidak akan bertahan selama beberapa hari jika tidak minum karena sudah mutlak bahwa sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia itu terdiri dari 73% adalah air. Jadi bukan hal yang baru jika kehidupan yang ada di dunia ini dapat terus berlangsung karena tersedianya air yang cukup. Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berupaya mengadakan air yang cukup bagi dirinya sendiri. Misalnya air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dengan segala macam kegiatannya, antara lain digunakan untuk yaitu keperluan rumah tangga, untuk minum, masak, mandi, cuci, dan pekerjaan lainya.

1.2     Arti Dan Fungsi Air Dalam Upakara Yadnya
Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam persembahyangan yaitu: air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut tirta.  Tirta ini pun ada dua macamnya yaitu: tirta yang di dapan dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan batara batari dan tirta di buat dengan puja.
Tirta berfungsi untuk membersihkan diri dari kotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, di minum, dan di usapkan pada muka, simbolis pembersihan bayu, sabda dan idep. Selain sarana itu biasanya di lengkapi juga dengan bija dan bhasma yang disebut gandhaksta.
Tirta bukanlah air biasa, tirta adalah benda materi yang sakral dan mampu menumbuhkan perasaaan, perasaan yang suci. Untuk asal usul kata tirta berasal dari bahasa Sanskerta.














BAB II
PEMBAHASAN


2.1        Macam-macam Tirta Yang Digunakan Dalam Upacara Agama

a.       Tirta Pembersihan
Fungsi tirta pembersihan sesuai dengan namanya adalah untuk membersih-sucikan upakara (bebanten) yang dipakai sebagai sarana persembahyangan dan juga diri sendiri agar terbebas dari kekotoran. Karena itu penggunaan tirta pembersihan ini dilakukan sebelum inti persembahyangan dimulai. Biasanya di jaba sebuah pura akan disediakan jenis tirta ini dan di jeroan sebelum pemimpin upacara “ngantebang upakaraning bebanten “ akan menyiratkan tirta pembersihan ini.
b.      Tirta Pengelukatan
Tirta yang digunakan untuk pensucian terhadap bangunan, alat upacara atau diri seseorang. Air  ini diperoleh dengan jalan puja mantra para pandita melalui pasupati. Tirta pengelukatan biasanya dicipratkan tiga kali yang mengandung arti sebagai simbol pensucian yang  kedua atau  menengah. Tirta ini juga biasanya digunakan untuk mensucikan canang sari serta banten lainnya.
c.       Tirta Wangsuhpada/ Banyun Cokor/ Kekuluh
Tirtha wangsuhpada atau kekuluh atau banyun cokor Ida Bhatara ini adalah sebagai penutup persembahyangan yang menyimboliskan bahwa atas sembah-bhakti kita beliau berkenan memberikan waranugraha-Nya berupa “amrta” yaitu kerahajengan dan kerahayuan hidup kepada umat yang sujud sembah-bhakti memuja beliau.



d.      Tirta pamanah
Tirta pemanah adalah satu jenis air suci yang diperoleh dari sumber air suci pada waktu upacara ngening. Orang-orang mencari air suci dengan membawa “panah” yang dibuat dan diberikan mantra oleh pendeta. Air suci itu akan dipakai saat jenazah dimandikan.
e.       Tirta panembak
Tirta penembak yaitu tirta yang digunakan saat memandikan mayat. Tirta ini mengandung makna membersihkan jasad orang yang meninggal dari kotoran-kotoran lahir batin. Tirta ini diperoleh pada tengah malam dan mengambilnya pertama dari hilir ke hulu secepat kilat. Saat memandikan mayat, tirta panembak akan dipergunakan dari hulu ke hilir
f.       Tirta pangentas
Kata pangentas berasal dari kata tas yang berarti putus. Dalam upacara pengabenan ada istilah tiuk pangentas yang artinya pisau untuk memutuskan tali pengikat gulungan jenazah. Tirta pangentas merupakan air suci yang dibuat dengan mantra sulinggih sang pamuput , bertujuan memutuskan ikatan purusa dengan prakerti sang mati guna dikembalikan kepada sumbernya masing-masing. Pada pelaksanaan ngaben yang besar, tali pengikat purusa dan prakerti dilukiskan sebagai naga banda yang berarti naga pengikat. Dalam lontar Tutur Suksma ada disebutkan bahwa yang dimaksud naga adalah bayu atau energi yang muncul sebagai akibat menyatunya purusa dan prakerti .
Tanpa tirta pangentas itu, ikatan purusa dengan prakerti tak akan bisa diputuskan. Tirta pangentas sangat prinsipil kehadirannya dalam upacara ngaben. Bila ditinjau dari sisi materialnya, tirta pangentas tak banyak berarti, namun dari sudut spiritual tirta inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya upacara ngaben dimaksudkan mencapai tujuan. Seberapa besar upacara ngaben dilaksanakan, jika tak memakai tirta pangentas , maka upacara itu akan sia-sia.



2.2        Fungsi Air Suci Dalam Upacara Agama

a.       Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian/pembersihan
Setiap upakara/ bebantenan dalam Panca Yadnya sebelum dipersembahkan terlebih dahulu dibersihkan/ disucikan secara simbolis dengan tirta pembersihan yang dibuat oleh pendeta. Kewajiban untuk mensucikan upakara/ bebanten yang akan dipersembahkan disebut dalam Lontar Kusuma Dewa Gong Wesi sebagai berikut:
“Salwir bebanten yajna matirthakaryan Pedanda Putus tan katampi aturannya” Artinya: segala sesaji (bebanten) kalau tidak disucikan dengan tirtha yang dibuat oleh Pendeta utama, tidak akan diterima persembahannya.
Oleh karena hal inilah setiap upakara atau sesaji sebelum digunakan sebagai sarana persembahan, terlebih dahulu diperciki tirtha pengelukatan.
Dari istilah “pengelukatan” berasal dari kata “lukat” dalam bahasa Jawa Kuna berarti membebaskan. Fungsi tirtha “pengelukatan” dan tirtha “pembersihan” merupakan penyucian tahap pertama untuk membebaskan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara keagamaan itu dari segala kekotoran fisik dan spiritual. Sedangkan tirtha pembersihan merupakan suatu kenyataan bahwa segala sesuatu itu sudah benar-benar bersih suci. Pendeta dalam membuat tirtha pembersihan/pengelukatan, segala perlengkapan upacara menggunakan mantram “Apsu Dewa” yaitu mantram yang memohon kepada Dewi Gangga untuk menyucikan atau melepaskan segala yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara dari segala unsure negatif.
Disamping tirtha pengelukatan dikenal pula adanya tirtha pembersihan yang fungsinya sama dengan tirtha pengelukatan. Hanya tirtha pembersihan, merupakan penyucian tingkat lanjut. Kalau tirtha pengelukatan, pemujaan ditujukan kepada Dewi Gangga dan Dewa Siwa untuk memohon kelepasan segala kekotoran. Sedangkan puja tirtha pembersihan permohonan ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsi beliau sebagai pencipta sungai-sungai, mensucikan dan memelihara kesucian tesebut. Demikianlah tirtha pengelukatannya dan tirtha pembersihan mempunyai arti dan makna penyucian lahir batin seluruh unsur yang terkait dalam pelaksanaan upacara yadnya.

b.      Tirtha yang berfungsi sebagai pengurip/penciptaan
Tirtha yang digunakan untuk mensucikan dan membersihkan upakara bebanten yang akan dipersembahkan, sehingga bebanten itu tidak lagi merupaka rangkaian, bunga, buah dan daun-daunan, jajan dan benda-benda lainnya.
Fungsi tirtha dalam hal ini sebagai pengurip bebanten. Bahan-bahan banten tersebut setelah dipetik dari asalnya (pohon) dia telah menjadi benda mati kemudian dirangkai sedemikian rupa sehingga dia berbentuk dan bernama banten tertentu. Nama banten itu baru dapat dikatakan sah atau resmi setelah dia diurip atau dihidupkan dengan tirtha pengurip bebanten, sebelumnya dia hanya merupakan rangkaian benda-benda mati saja. Tirtha pengurip banten itulah memberikan kekuatan spiritual dari banten tersebut sehingga dapat dipergunakan sebagai media untuk menghubungkan antara umat dengan yang dipuja.
Tirtha pengurip ini biasa juga dipergunakan oleh para “undagi” (tukang bangunan) pada waktu meresmikan (malaspas) bangunan yang baru selesai. Puja pengantar permohonan tirtha pengurip ini disebutkan dalam lontar Asta Kosali sebagai barikut:
“Om Hyang Parama Siva murti saktyam, angurip ana sarwa tamuwuh, wetan, geneyan, daksina, neriti, pascima, wayabya, uttara, ersanya, Madhya, sor, luhur kaurip de nira Sang Hyang Bayu anarawati asri apan sarwa mrta kaurip, jeng, om sribagya ya namah svaha”
Pada garis besarnya arti dan makna puja pengantar, tersebut diatas adalah suatu permohonan kehadapan Sang Hyang Parama Siva agar sudi menjiwai secara spiritual banten atau bangunan yang baru selesai itu.
Pengertian menghidupkan disini bukanlah berarti menjiwai seperti manusia, tetapi memiliki nilai sakral atau kekuatan magis religius, sebagai sarana untuk menjiwai yang maha gaib itu. Sedangkan dalam kaitannya dengan peresmian (pemelaspas) rumah bertujuan agar bahan-bahan rumah yang satu sama lainnya berbeda-beda, tidak lain merupaka benda-benda mati, tetapi memiliki kekuatan spiritual agar pemilik/si pemakai rumah tersebut memperoleh keselamatan di bawah lindungan Sang Hyang Widhi.
Di samping itu bangunan tersebut setelah di upacarai barulah resmi bernama bangunan (rumah), bukan merupakan tumpukan batu, bata, semen, pasir dan genteng serta yang lainnya. Cukup dia diberi nama bangunan. Nama bangunan tersebut adalah bermacam-macam sesuai dengan bentuknya, kalau di Bali misalnya ada disebut “sekutus, mundak, sekenem” dan lain-lainnya.

c.       Tirtha yang berfungsi sebagai pemelihara
Tirtha juga berfungsi sebagai pemelihara, dan dalam pelaksanaan yadnya berfungsi sebagai lambang berkah suci atau anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam prakteknya dapat kita lihat pada waktu “puja wali” atau “petirthaan” di suatu “pura” dilangsungkan persembahyangan dan terakhir diikuti dengan pemercikan tirtha, diminum dan diraupkan ke wajah. Tirtha di sini di jiwai oleh Dewa Wisnu sebagai stiti dan juga Dewa Indra sebagai dewa hujan sumber kemakmuran.
Dalam Rg. Veda I, bagian kedua sukta 5 syair 2, dan 5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi airsoma yang merupaka air suci. Adapun syair tersebut sebagai berikut:

Syair 2: Purutamam purunamisanam waryanam, indram some saca sute.
Artinya: Kepadanya yang memiliki segala-galanya, Dewa kebaikan, Indra dengan menuangkan air soma.
Syair 5:Putapavne suta ime sucayo yanti witaye, somaso dadhyasirah.
Artinya: Mendekatlah kepada peminum soma, untuk kebahagiannya, air suci ini soma dengan menteka
Menurut kepercayaan umat Hindu di India air soma ini adalah berasal dari air buah-buahan yang dapat member semangat hidup kesucian.
Demikianlah fungsi tirtha dalam hubungannya dengan persembahyangan. Sarana persembahyangan berupa bunga, buah, daun, api dan air adalah sarana yang tergolong berwujud benda (material) sedangkan sarana yang berwujud bukan benda (non material) adalah mantra.

2.3        Sloka Suci Bhagawadgita Bab IX Sloka 26

“ Patram puspam phalam toyam
  Yo me bhaktya prayacchati
  Tad aham bhakty-upahrtam
  Asnami prayatatmanah”

Artinya:
Apa yang dipersembahkan kepadaku, sehelai daun, setangkai bunga, setetes air, buah atau biji-bijian dengan cinta bhakti dan kesadaran yang murni, akan  Ku terima.

Kata-kata yo me bhaktya prayacchati berarti menawarkan kepadanya dengan mencintai pengabdian.  Bahkan jika umatnya menawarkan dengan pikiran yang bersih dan hati yang murni meskipun tanpa melakukan usaha yang tidak terlalu berat seperti mempersembahkan  air, sehelai daun atau buah yang dijiwai dengan pengabdian maka akan dianggap sakral oleh Tuhan yang maha tinggi sehingga ia akan menjadi senang dan merasa berhutang budi pada pemuja tersebut. Tindakan apapun yang dilakukan dengan bhakti atau pengabdian kepadanya , ia menerimanya dengan cinta bhakti.
Kata bhakti disebutkan dua kali dalam sloka ini yang mempertegas bahwa satu-satunya cara yang mudah dilaksanakan oleh umat untuk melakukan pendekatan kepadanya adalah melalui pelayanan bhakti. Meskipun ada cara lain seperti menjadi brahmana, sarjana, orang kaya dan filsuf besar, tanpa adanya prinsip bhakti kepadanya semuanya itu hanya akan sia-sia belaka, karena bhakti bersifat kekal, semua kepercayaan apapun pasti melakukan bhakti untuk memuja Tuhan mereka.
Dalam sloka ini juga sangat dijelaskan Tuhan menginginkan persembahan dalam bentuk vegetarian, jadi apa yang tidak diinginkan tidak disebutkan dalam sloka ini seperti persembahan daging, ikan dan telur. Tuhan hanya ingin pelayanan bhakti berupa persembahan seperti sehelai daun, setangkai bunga, setetes air, buah atau biji-bijian yang depersembahkan dengan tulus iklas maka ia akan menerimanya. Artinya Tuhan meminta agar umatnya memakan makanan seperti apa yang dipersembahkan kepadanya (vegetarian) sehingga manusia memiliki pikiran yang jernih dan jiwa yang bersih serta terbebas dari siklus reinkarnasi yang tiada ahir dan mencapai kebebasan atau kebahagian yang kekal.
Pada Bhagawadgita sloka 3.13 Tuhan menjelaskan “Para penyembah Ku dibebaskan dari segala jenis dosa karena mereka makan makanan yang dipersembahkan terlebih dahulu untuk korban suci. Orang yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja”. Magna sloka ini mirip dengan sloka diatas, dimana Tuhan mengampuni dosa umatnya dengan hanya memakan sisa-sisa hasil persembahan yang ditujukan dengan tulus iklas kepadanya. Tetapi umat yang makan tanpa melakukan persembahan justru akan mendapatkan dosa, karena tidak bersyukur atas segala apa yang ia makan semuanya adalah pempberian darinya. Tuhan tidak membutuhkan makanan, karena segalanya telah ia miliki, ia hanya menerima persembahan karena cinta bhakti umatnya terhadap dirinya bukan karena makanan tersebut.
Aktualisasi setetes air pada sloka Bhagavadgita 9.26 dapat dilihat ketika menggunakan tirtha sebagai salah satu sarana persembahyangan. Tirtha pada dasarnya adalah air yang telah melalui proses pembersihan dan penyucian secara ritual sehingga bersifat sakral dan diyakini dapat menumbuhkan perasaan dan atau pikiran yang suci. Untuk mendapatkan tirtha ada dua macam cara yaitu: Pertama, dengan cara naur (memohon) yang dapat dilakukan oleh pinandita (pemangku, dalang, balian termasuk sang yajamana (umat yang sedang menyelenggarakan upacara yajna). Penggunaan air yang kemudian diproses ritual menjadi tirtha, bukanlah sekedar pemanfaatan benda cair itu secara fisikal. Lebih jauh dari itu adalah nuansa sakral dari air suci itu dalam menumbuhkan jiwa spiritual umat agar dirinya terbebas dari segala kekotoran baik yang disebabkan oleh unsur material (badan kotor) maupun unsur immaterial (rohani kotor). Itu sebabnya, meski nampak sepele percikan air suci yang disebut tirtha itu merupakan lambang kehidupan yang di dalam lontar Paniti Agama Tirtha disebut “tirtha ngaran amrta”: tirtha adalah hidup. Artinya, tirtha itulah penyebab umat dan agama Hindu itu tetap eksis. Tanpa tirtha umat dan agama Hindu akan kering lalu mati. Sebaliknya dengan tirtha, dahaga lahir dan batin akan terpuaskan dalam kehidupannya.


























BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Secara umum, Air adalah suatu senyawa hydrogen dan oksigen dengan rumusan kimia H2O. Fungsi dan peran air bagi kehidupan manusia sebagai salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan adalah air. Tidak hanya penting bagi manusia, air merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup baik hewan dan tumbuhan. Tanpa air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia ini karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air untuk bertahan hidup.
Namun Arti Dan Fungsi Air Dalam Upakara Yadnya yaitu Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam persembahyangan yaitu: air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut tirta.  Tirta ini pun ada dua macamnya yaitu: tirta yang di dapan dengan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan batara batari dan tirta di buat dengan puja.Tirta berfungsi untuk membersihkan diri dari kotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun macam-macam Tirta Yang Digunakan Dalam Upacara Agama yaitu; tirta pembersihan, tirta pengelukatan, tirta wangsuhpada, tirta pemanah, tirta penembak dan tirta pengentas. Seperti di tandaskan dalam Sloka Suci Bhagawadgita Bab IX Sloka 26 ;
    “ Patram puspam phalam toyam
      Yo me bhaktya prayacchati
      Tad aham bhakty-upahrtam
      Asnami prayatatmanah”
Artinya:
Apa yang dipersembahkan kepadaku, sehelai daun, setangkai bunga, setetes air, buah atau biji-bijian dengan cinta bhakti dan kesadaran yang murni, akan  Ku terima.


DAFTAR PUSTAKA



Wiana, Drs.I Ketut. Arti Dan Fungsi Sarana Persembahyangan. 2000. Paramita:Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar